AL-LU'LU'U WAL-MARJAN 
KATA PENGANTAR 
Dengan pertolongan Alloh swt. ada barokah Hadrotus-Syaikh Muhammad  Utsman Al-Ishaqi R.A. kami berusaha untuk menerbitkan Manaqib  Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman Al-Ishaqi untuk pertama kali dengan  bahasa Indonesia, dengan harapan akan mudah difahami oleh kaum muslimin  yang mencintai beliau khususnya para muridin dan muridat beliau untuk  lebih memantapkan Robithoh kepada beliau sewaktu akan melakukan dzikir  serta agar selalu mendapatkan barokah apa saja dari beliau baik di dunia  maupun di akhirat nanti khususnya dalam menghadapi sakarotul maut.
Karena dengan selalu dekat kepada guru rahmat Alloh akan selalu mengalir  terus kepada murid yang selalu dekat kepada guru tersebut.
Manaqib ini kami bagi menjadi tiga Bab dengan Penjelasan sebagai berikut :
BAB I  : Menceritakan tentang biografi beliau sejak di dalam rahim ibu  sampai beliau menetap kembali di Surabaya untuk membuka Pesantren dan  memimpin Thoriqoh QODIRIYYAH dan NAQSYABANDIYYAH.
BAB II  : Menjelaskan tentang keistimewaan dan keluhuran beliau disisi  Alloh seperti yang diungkap¬kan oleh para Habaib dan para Auliya' yang  sudah terkenal akan kewaliannya.
BAB III : Membicarakan tentang kekeramatan beliau yang tiada habis-habisnya sampai beliau pulang ke Rahmatulloh.
Demikian manaqib ringkas ini kami sampaikan mudah-madahan ada guna dan manfaatnya untuk kita semua Amin.
Gresik, 20 Syawal 1404 H
Penyusun
H. ABDUL GHOFFAR UMAR
BAB I
Dibawah ini kami murid Hadrotus-Syaikh Al-Arif Billah K.H. MUHAMMAD  UTSMAN AL-ISHAQI R.A. bernama H. ABDUL GHOFFAR UMAR Tenger Manyar  Gresik, dengan rendah hati menyampaikan sekelumit Manaqib (Biografi)  Hadrotus-Syaikh guru Toriqoh AL-QODIRIYYAH WAN NAQSYABANDIYYAH. 
Manaqib ini dikumpulkan dari pengakuan dan pernyataan para Habib serta  para Ulama yang mengenal Hadrotus-Syaikh baik secara lahir maupun secara  batin. Diantaranya pengakuan dan pernyataan dari Habib Alie bin  Abdurrohman Al-Habsyi Kwitang Jakarta, Habib Ali bin Husain bin Muhammad  Al-Atthos Bungur Besar Jakarta. Habib Abdul Qodir Bilfaqih Malang,  Habib Abdulloh Al-Haddad, Habib Zasssin Al-Jufri. Kyai Hamid Karang  Binangun Lamongan, Kyai Abdul Hamid Pasuruan, Nyai Khodijah dan lain  lain. Juga dari Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman r.a. sendiri sebagai  Attahaddus bin-Ni’mah atas dasar Firman Allah : 
واما بنعمة ربك فحدث
Juga untuk menjaga jangan sampai ada orang yang mengingkari atau  menentangnya atau mencelanya. Juga terhadap Masyayikh yang lain,  menyebut manaqib sendiri semacam ini pernah dilakukan oleh Ulama’  terdahulu untuk memperkenalkan hal ihwal mereka kepada orang lain agar  ditiru seperti Syaikh Abdul Ghofir Al-Farisi Syaikh Al Asfahany, Syaikh  Yaqut Al-Hamawy, Syaikh Abu Al-Robi’ Al-¬Maliki, Syaikh Shofiyuddin  Al-Manshur serta Syaikh Jala¬luddin Al-Suyuti, Imam Suyuti umpamanya  telah menyebut¬kan Manaqib dirinya dalam kita-kitab Thobaqoh yaitu  Thobaqoh Al-Fuqoha' Thobaqoh Al-Muhadditsin Thobaqoh Al-¬Mufassirin  Thobaqoh Al-Nuhaat, Thobaqoh Al-Sufiyah dan Thobaqah Al-Muqriin.
Kata Imam Suyuti : Saya menyebutkan manaqib saya hanyalah mengikuti  perbuatan orang-orang salaf yang sholeh-sholeh, dan untuk memperkenalkan  hal ihwal saya dalam bidang ilmu agar orang lain menirunya, juga untuk  Attahadduts bin ni’mah.
Adapun manaqib Hadrotus-Syaikh yang terperinci dan mendetail ada di  dalam kitab "SYIFAUL QULUB LIQOUL MAHBUB" yang disusun oleh Kyai Haji  Abdulloh Faqih suci Gresik. dan kemudian kami susun kembali kedalam  bahasa Arab secara sistematis dan praktis dalam kitab "AL-LU'LU'   WALMARJAN FI MANIQIBI SYAIKH MUHAMMAD UTSMAN R.A.
Dengan membaca Bismillahirrohmanirrohim kami mulai menyampaikan manaqib (biografi) Hadrotus-Syaikh sebagai berikut :
Menurut nasab yang sudah tersusun rapi di dalam keluarga,  Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman adalah seorang sayyid dan seorang habib,  sebab itu yang mengandung beliau adalah keturunan Maulana Muhammad  Ainul Yaqin Al-mulaqqob bi Sunan Giri bin Maulana Ishaq Al-Husaini dan  ayah beliau adalah keturunan Sunan Gunung Jati juga Al-husaini. dengan  demikian hadrotus-syaikh Muhammad Utsman Al-Ishaqi anak cucu Rosululloh  saw. 
Hadrotus-Syaikh  dilahirkan di Jatipurwo Surabaya pada hari Rabu bulan  Jumadil Akhiroh tahun 1334 H. setelah beliau bertapa selama 16 bulan di  dalam rahim ibu beliau dan selama di dalam rahim ibu beliau sering  bersin, di dalam bahasa Arab di sebut Al-Atthos, dan sejak kecil  keistimewaan dan kekeramatan beliau sudah nampak setelah Hadrotus-Syaikh  sudah bisa berjalan. Beliau selalu tidak ada dirumah setelah Maghrib,  dan baru pulang setelah jam 11 malam badan beliau penuh dengan lumpur.  Ternyata setelah diselidiki, beliau berada di sungai didekap oleh seekor  Buaya Putih.
Setiap malam Hadrotus-Syaikh selalu tidur di surau (langgar) bersama  nenek beliau Kyai Abdulloh, selain nenek beliau tidak ada seorangpun  yang berani mendapingi sewaktu beliau tidur, karena dari mata beliau  memancarkan sinar terang seakan-akan mau menembus Iangit bagaikan lampu  sorot (battery).
Ketika beliau berumur 6 sampai 7 tahun, pada suatu malam nampak  bulan-bulan yang banyak turun dari langit seraya memancarkan sinarnya  menuju Hadrotus-Syaikh dan mengitari beliau dari segala arah.
Sejak beliau berumur 4 tahun setiap pagi pada Jam 3.00. Istiwa' beliau  keluar rumah menuju Masjid Jami' Ampel Surabaya diantar oleh kakak  perempuan beliau Nyai Khodijah untuk membaca tarhim (memanggil-manggil  sholat fajar) sampai datang waktu Shubuh di menara Masjid.
Setiap kali beliau sampai dipintu gerbang Ampel beliau selalu disambut  anak-anak kecil yang banyak se¬kali memakai kopyah putih semua, setelah  beliau sampai di masjid anak-anak kecil tersebut hilang entah kemana.  Dan baru muncul kembali sewaktu beliau hendak pulang dari masjid pada  jam 7.00 pagi untuk mengantarkan beliau ke pintu gerbang. Dan setelah  itu mereka menghilang kembali, demikian cerita Nyai Khodijah dan Kyai  Anwar.
Ketika beliau umur 7 tahun, beliau sudah mengkhatamkan Al-Qur'an 3 kali  dibawah asuhan nenek beliau Kyai Abdullah. Kemudian beliau di khitan  (sunat). Barulah beliau berpindah mengaiji ke Kyai Adro'i Nyamplungan,  sejak itu sepulangnya beliau dari Ampel, beliau terus menuju ke  Nyamplungan untuk mengaji Al-Qur'an, setelah itu beliau menuju ke  madrosah Tashwirul Afkar di Gubbah untuk mengaji agama, dan baru pulang  setelah jam 10.0 pagi. Seharinya beliau hanya mendapatkan sangu 5 Sen  yang  berlobang tengah yang beliau tempelkan di kancing baju.
Pernah selama 4 talaun Hadrotus-Syaikh tidak makan kecuali daun-daunan  dan buah-buahan dan hanya minum air masak saja. Pada waktu itu beliau  tentukan belanja beliau hanya 1/2 Sen. Beliau mengatakan, pada waktu  saya masih kecil pada suatu hari saya bernafsu sekali ingin makan, maka  sayapun makan sekenyang kenyangnya, tetapi sebagai dendanya Saya harus  mengkhatamkan Al-Qur'an satu kali duduk. Dan beliau mengatakan : Pada  suatu hari saya menangisi diri saya karena ketika saya sholat saya ingat  layang-layang, padahal saya sudah berumur 12 tahun, berarti 3 tahun  lagi saya sudah baligh  dan Mukallaf, bagaimana kalau saya masih ingat  pada layang-layang pada waktu sholat ?!
Kyai Ahmad Asrori Kholifatus Syaikh Muhammad Utsman Al-Ishaqi mengatakan  kepada kami, bahwa ayah beliau pernah mengatakan : Ketika saya  menginjak umur 13 tahun, mata saya melihat Ka'bah di Makkah secara rel  dan nyata. Maka mata sayapun saya usap berkali-kali (saya ucek-ucek),  tetapi tetap saja yang nampak hanyalah Ka'bah di Makkah. Kemudian saya  berpikir, mungkin mata saya sudah rusak, dan saya minta dibelikan kaca  mata khusus untuk melihat, akan tetapi hasilnya sama saja. Ka'bah di  Makkah tetap nampak di pelupuk mata saya, Kata Kyai Asrori : Itulah awal  kasyaf yang dialami oleh Hadrotus-Syaikh, dan sejak itu kata  Hadrotus-Syaikh saya melihat orang dengan segala kepribadiannya, ada  yang menyerupai Srigala ada yang seperti Truwelu, ada yang seperti Babi,  seperti Ayam, Kucing dan lain sebagainya menurut pembawaan nafsunya  masing-masing, tetapi saya tidak berani berkata terus terang, sebab itu  adalah rahasia seseorang.
Pada suatu hari Hadrotus-Syaikh sampai larut malam tidak pulang dari  Madrasah seperti biasanya pada jam 10.00 pagi, maka ributlah orang-orang  tua mengkhawatir¬kan beliau. Maka imam Roudloh Kyai Nur atas izin orang  tua beliau berangkat mencari beliau, dan oleh karena diberitakan bahwa  Hadrotus-Syaikh berada di pondok Kyai Khozin Panji, maka Kyai Nur pun  berangkat ke sana. Tetapi sesampai Kyai Nur di Siwalan Panji,  Hadrotus-Syaikh sudah Pindah ke pondok Kyai Munir Jambu Madura.
Setelah orang tua beliau mendengar demikian itu, beliau mengatakan :  tidak usah mencari Utsman, yang penting dia sehat. Setelah beberapa lama  tinggal di pondok, beliau sakit keras, maka terpaksa beliau pulang  kerumah. Dan setelah berobat Al-hamdulillah beliau sembuh kembali.  Kemudian Hadrotus-Syaikh dipondokkan ke Kyai Hasyim Asy’ari di Tebu  Ireng, selanjutnya beliau dipondokkan ke Kyai Romli Peterongan Jombang.  Pada waktu itu Hadrotus-Syaikh benar-benar terikat, beliau mengatakan :  sewaktu saya dikirim oleh orang tua saya kepondok, sarung saya hanya  satu lembar, apabila najis maka saya memakai tikar sebagai gantinya  untuk sholat. Dan selama saya di pondok, saya tidak pernah pulang ke  rumah kecuali badan saya sudah kurus benar. Sebab apabila saya pulang  dan badan saya gemuk, saya di marahi oleh orang tua dan nenek. Pernah  pada suatu hari saya pulang badan saya gemuk, spontan nenek saya  mengatakan : Kalau kau tinggal dipondok. untuk makan dan mimurn. Lebih  baik tinggal dirumah saja.
Ketika Hadrotus-Syaikh pulang dari pondok, pada suatu hari beliau  menyaksikan adanya hubungan-hubungan khusus yang diselenggarakan oleh  tujuh orang pemuda dan tujuh orang pemudi setiap hari disamping musholla  di muka rumah beliau, maka beliau melihat hal yang tidak senonoh ini  akhirnya beliau adukan kepada Kyai Romli dengan mengatakan : yai ! saya  melihat ada mutiara di dalam air yang keruh dan najis, apakah saya harus  mengentasnya (menyelamatkanya) ? Kyai Romli menjawab : Entaslah wahai  Utsman ! dengan syarat hatimu tidak ber¬paling kepadanya, kalau hatimu  berpaling kepadanya, maka kau tidak akan berjumpa denganku besok di  Mahsyar. Maka beliaupun mengumpulkan pemuda dan pemudi yang 14 orang itu  dirumah beliau setiap malam, beliau ikuti pembicaraan-pembicaraan  mereka yang intim itu sambil beliau masuk-masukkan (sesel-seselkan)  urusan keagamaan mereka, dan beliau peringatkan tentang siksa Alloh  ta’ala. sampai akhirnya taubat dengan taubat nasuha (taubat yang pokok).
Hadrotus-Syaikh pernah diadukan oleh seorang ulama kepada Kyai Romli  karena beliau mengadu ayam, Kyai Romli menjawab : Saya tidak berani  melarangnya dan Kyai tidak usah meniru mengadu ayam. Kawan dekat  Hadrotus-Syaikh bernama Kyai Haji Hasyim Bawean menceritakan kepada kami  bahwa Hadrotus-Syaikh dibai'at oleh Kyai Romli pada hari Rabu 16  Sya’ban tahun 1361 H atau 1941 M. Setelah beliau dibai'at selama satu  minggu heliau menyusun silsilah Thoriqoh Qodiriyah dan Naqsyabandiyyah  atas perintah Kyai Romli di namakan "TSAMROTUL FIKRIYYAH" .
Hadrotus-Syaikh mengatakan : saya dibai'at oleh Kyai Romli atas  permintaan Kyai Romli sendiri. Pada waktu itu saya dimasukkan kekamar  Kyai dan didudukkan di atas Burdah yang putih bersih di atas tempat  tidur Kyai dan dipinjami Tasbih. padahal waktu itu kaki saya berlumpur  karena hujan, karena sudah menjadi Tradisi, setiap kali saya masuk  kerumah Kyai, kaki saya pasti telanjang tanpa alas kaki. Dengan demkian,  sebelum saya jadi murid saya adalah Murod dan sebelum saya menjadi  tholib saya adalah Mathlub. Dalam kesempatan lain Hadrotus-Syaikh  mengatakan untuk menghadiri Majlis Khusus atau wirid Khataman selama 4  tahun saya terus menerus berjalan kaki memakai klompen dari Surabaya. ke  Paterongan, barulah kadang-kadang saya naik kendaraan setelah ketahuan  Kyai Hasyim Asy'ari di Mojoagung dan beliau mengatakan : jangan jalan  kaki terus-menerus Utsman. Selanjutnya Kyai Hasyim Bawean mengatakan  pada adik waktu terjadi Perang Dunia II tahun 1942 M Hadrotus-Syaikh   sekeluarga pindah  sementara ke Peterongan, kalau siang hari berada di  dalam pondok. Pada suatu hari, hari Selasa beliau disuruh menghadap Kyai  Romli pada jam 2.00 malam untuk diangkat menjadi mursyid Thoriqoh  Al-Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah, Hadrotus-Syaikh waktu itu mengatakan  "tidak kuat Kyai" tetapi Kyai Romli tet'ap melaksanakan perintah Alloh  kemudian mengusapkan tangannya diatas kepala Kyai Utsman r.a. seketika  itu pula Hadrotus-Syaikh jatuh tidak sadarkan diri dan langsung jadzab  Selama satu minggu Hadrotus-Syaikh mengalami jadzab beliau tidak makan,  tidak minum, tidak tidur, tidak buang air besar maupun kecil dan tidak  sholat, wajah beliau cantik sekali bagaikan Bulan Purnama, tidak seorang  pun yang berani melihat wajah beliau yang Cantik itu. Setelah  Hadrotus-Syaikh mengalami jadzab satu minggu, beliau berkata kepada Kyai  Hasir Bawean : nanti malam akan datang tamu-tamu banyak sekali tidak  perlu suguhan makanan atau minuman, maka pada jam 8.00 kurang sepuluh  menit malam Hadrotus-Syaikh sudah siap menerima tamu dikamar, dan  menghadap kepintu, tidah lama kemudian beliau mengucapkan :  Waalaikumussalam, Walaikumussalam. selama kurang lebih lima menit, dan  nampak seakan-akan. Hadrotus-Syaikh menjabat tangan orang-orang sambil  menundukkan kepala, kemudian beliau mengatakan : Mulai hari ini saya  ditetapkan sebagai mursyid langsung oleh Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani  dan Nabiyulloh Khidir r.a. Serta oleh sejumlah Masyayikh Al-Qodiriyah  Wan Naqsyabandiyyah, dan sejak sekarang saya di izinkan untuk membai’at.  sambil menyerahkan sepucuk kertas kepada Kyai Hasyim. Kemudian  Hadrotus-Syaikh menghadap kebarat sekali lagi dan mengucapkan na’am  na’am tepat pada jam 8.00 lebih 5 menit malam itu Hadrotus-Syaikh  berdiri menuju kepintu, setelah diam sejenak beliau mengucapkan  wa'alaikumussalan, wa'alaiku¬mussalam, kemudian oleh Kyai Hasyim,  Khadrottus Syaikh disuruh mandi setelah satu minggu tidak mandi dan  ketika itulah Kyai Hasyim cepat-cepat pergi ke Kyai Romli untuk  mengantarkan sepucuk kertas tadi, dan Kyai Romli spontan menemuinya di  luar rumah seraya mengatakan : Ada apa ? ada apa ? ada apa ? Ketika Kyai  Romli membaca sepucuk kertas itu spontan Kyai mengatakan dengan bahasa  Madura yang maksudnya : Alham¬dulillah sekarang saya punya anak yang  bisa mengganti¬kan saya (sampai 3 kali).
Orang tua Hadrotus-Syaikh juga pernah menyatakan hal-hal kepada salah  seorang habib bahwa Hadrotus-Syaikh telah mendapatkan ijazah dari Syaikh  Abdul Qodir Jailanil r.a, untuk berdakwah dan diangkat sebagai  kholifahnya tanpa perantara, pernyataan ini disampaikan pada tahun 1947  M.
Pada waktu Hadrotus-Syaikh tinggal di Rejoso ada seorang tukang adu ayam  kawa'an yang sangat populer di Jombang bernama Wak Sud dia memiliki  jago-jago yang khusus untuk di adu, Hadrotus-Syaikh tertarik untuk  menundukkan orang ini melalui adu ayam, maka beliau membawa ayam beliau  ke Wak Sud dan dia menjawab ajakan Hadrotus-Syaikh dengan mengatakan :  Apa bila jago¬mu menang melawan jagoku maka semua kekayaanku adalah  milikmu, sebaliknya apa bila jagomu kalah saya tidak menuntut apa-apa  darimu, maka Hadrotus-Syaikh menjawab : Apa bila jagomu menang kemudian  kau ambil kekayaanku memang saya tidak mempunyai sesuatu yang patut  disebut, dan apabila sebaliknya jagoku yang menang maka saya sama sekali  tidak butuh kepada kekayaanmu sama sekali, Pokoknya begini Apabila  jagoku menang kamu harus tunduk dan patuh dibawah perintahku, dan wak  Sud setuju. Dengan kekuasaan Alloh swt. menanglah jago Hadrotus-Syaikh  sekalipun kurus kecil dan lemah sekali sangat  kontras dengan jagonya  wak Sud yang kekar dan gagah itu, maka waktu Kyai Romli melihat wak Sud  melakuka'n sholat. Kyai Romli memegang pundak Hadrotus-Syaikh dari  belakang seraya mengatakan : Apa yang kamu lakukan terhadap wak Sud  wahai Utsman sehingga dia mendatangi sholat Jum’at, pada hal saya tidak  mampu menundukkannya ? .
Dipeterongan Hadrotus-Syaikh tinggal di desa Nge¬lunggih tidak jauh dari  Rejoso atas saran Kyai Romli dengan maksud agar beliau menjadi Imam di  Ngelunggih, akibatnya murid-murid Kyai Romli banyak yang pindah he  Ngelunggih untuk mendapatkan barokah dari Hadrotus-Syaikh serta ilmu  beliau. 
Akhirnya Hadrotus-Syaikh disuruh pindah oleh Kyai Romli ke salah satu  desa dekat Gunung Lawu di Ngawi. Ketika Hadrotus-Syaikh sampai dilereng  Gunung Lawu sangu beliau tinggal Rp. 1.70 (satu rupiah tujuh puluh sen)  tidak cukup untuk membeli beras 1 liter, maka untuk mendapatkan rizqi  yang samar, beliau Setiap hari : mengunjungi pesarean yang paling di  kenal oleh orang di desa itu. Karena beliau cinta dan hobby melakukan  ziarah akhirnya atas kemurahan Alloh beliau sekeluarga mendapatkan rizgi  yang tidak diduga sebelumnya, diantara orang kampung ada yang  mengundang beliau untuk mengikuti tahlilan ada yang minta barokah do’a,  ada yang minta fatwa, sampai akhirnya Hadrotus-Syaikh menjadi populer di  desa itu dan kemudian menjadi imam di desa itu. 
Diantara kekeramatan Hadrotus-Syaikh di desa tersebut, beliau bermimpi  berjumpa dengan Hadrotus-Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari Tebu Ireng  berpamitan kepada beliau dengan mengatakan : Saya duluan Utsman.  tahu-tahu pada esok harinya beliau mendengar berita bahwa Kyai Hasyim  Asy’ari meninggal dunia (pulang kerahmatullah) . 
Menjelang meletusnya Madiun Effer (peristiwa Madiun pada tahun 1948 M  Hadrotus-Syaikh berkali-kali menerima surat serta saran agar beliau  pulang saja ke Surabaya karena situasinya tidak mungkin aman di daerah  itu. Mendengar pulangnya Hadrotus-Syaikh ini, sebagian besar penduduk di  lereng Gunung Lawu itu keberatan ditinggalkan Hadrotus-Syaikh ; karena  mereka memerlukan do’a, ilmu, serta barokah dari beliau bahkan ada yang  berjanji memberikan 20 hektar kebun kepada Hadrotus-Syaikh agar beliau  sudi tetap tinggal di desa itu. Tetapi setelah beliau melakukan  istikhoroh akhirnya beliau menetapkan kembali ke Surabaya. 
BAB II
Ketika Hadrotus-Syaikh menjadi santri di pondok Rejoso beliau masih muda  belia, sering di jumpai oleh Nabi Khidir a.s. sehingga beliau laporkan  kepada Kyai Romly dan dijawab oleh Kyai : Mengapa tidak kau minta datang  kemari wahai Utsman. 
Hadrotus-Syaikh sejak kecil sampai akan pulang kerahmatulloh selalu  istiqomah dalam segala prilaku, perbuatan, serta ucapan yang beliau tiru  dari Rosululloh saw. Kita tidak pernah melihat beliau hadats dan kita  semua menyaksikan bahwa keseluruhan waktunya hanyalah untuk mnemgabdi  kepada Alloh swt. maka pantaslah kalau beliau dipilih oleh Kyai Romly  sebagai Kholifahnya. Dalam hubungan ini Kyai Romly pernah bermimpi bahwa  di Surabaya terdapat sebuah pabrik besar yang terus mene¬rus  berproduksi di bawah pimpinan Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman r.a.  Itulah Thoriqoh Al-Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah yang beliau asuh.
Sebelumnya Kyai Romly sering menampakkan dan melahirkan ridlonya kepada  Hadrotus-Syaikh, sampai beliau mengatakan : Alangkah besar ridlo saya  kepadamu wahai Utsman. Dan Hadrotus-Syaikh meminta pendapat tentang  Kholifah Syaikh Abdul Qodir  Jailani r.a. Kyai Romly tersenyum-senyum  sambil melihat dan menunjuk pada Hadrotus-Syaikh. sebaliknya  Hadrotus-Syaikh kepada Kyai Romly juga fanatik dan sering merindukannya  apabila berpisah agak lama. Pada suatu hari putra beliau Abu Luqmanul  Hakim sewaktu masih kecil jatuh dan terbentur pada tepi meja di rumahnya  sehingga dari kepalanya mengalir darah yang banyak sekali yang cukup  meributkan keluarga beliau. Maka oleh keluarga beliau supaya beliau  mengantarkan putranya ke rumah sakit Karang Tembok dan kalau tidak  berhasil terus ke Simpang, padahal  Hadrotus-Syaikh ketika itu akan  pergi ke Rejoso karena sangat rindu kepada Kyai Romly, maka beliau  berkata dalam hatinya : saya harus pergi ke Rejoso, tentang nasib anak  saya, saya pasrahkan kepada Alloh. Ketika beliau berjumpa dengan Kyai  Romly di Rejoso, guru beliau mengatakan : Anakmu tidak apa-apa. Dan  benar kata kyai romly bahwa Abu Luqmanul Hakim dalam keadaan sehat wal  afiyat, bahkan sedang memakan nasi goreng sekembalinya Hadrotus-Syaikh  dari Rejoso berkat ketaatan serta kecintaan beliau kepada guru beliau  Kyai Romly Attamimy r.a. juga pada suatu hari ketika akan  menyelenggarakan walimah dirumah setelah maghrib, beliau terlebih dahulu  meminta izin kepada Kyai Romly dan sampai di Rejoso tepat pada waktu  sholat Dzuhur, se¬sudah sholat berjama'ah di masjid guru beliau Kyai  Romly mengatakan kepada beliau : sekiranya kau tinggal di pondok seperti  yang lalu, maka malam ini saya ajak memenuhi undangan Manaqiban di  Jombang. 
Maka Hadrotus-Syaikh bimbang antara mendampingi gurunya memenuhi  undangan Manaqiban di Jombang dan pulang kerumah untuk mengharapkan  tamu-tamu yang beliau undang Kerumah beliau pada malam itu juga.  Akhirnya beliau memantapkan pendirian beliau pada alternatilf pertama  dan berkata dalam diri sendiri : saya pasrah kepada Alloh toh nasi-nasi  yang telah masak di rumah ada orang-orang yang memakannya, sedang  menyertai guru adalah lebih utama. ketika Kyai Romly mengetahui beliau  masih ada di masjid setelah sholat Asar berkatalah beliau kepada  Hadrotus-syaikh : murid  yang terdekat kepada gurunya adalah murid yang  tahu akan rahasia-rahasia gurunya.
Kegemaran Hadrotus-Syaikh adalah berziaroh  kepada wali-wali Alloh baik  yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, dan beliau mengenal  mereka secara dekat. Bukan hanya nama-nama mereka bahkan nasab mereka  dan hubungan mereka satu sama lain. Sampai-sampai beliau hidup-hidupkan  dan beliau semarakkan peringatan hari wafat mereka, terutama wafatnya  Syaikh Abdul Qodir Jailani r.a. sehingga hampir tiada  hari yang lewat  di kota maupun desa terutama di Jawa Timur, kecuali ter¬dapat disitu  majlis manaqib.
Dalam hubungannya ini Hadrotus-Syaikh mentafsirkan qolbunsalim  dalam ayat :
يوم لاينفع مال ولابنون الا من اتى الله بقلب سليم
Sebagai hati yang selamat dari penyakit batin dan penuh rasa cinta  kepada Alloh, Rosulnya, dan para wali-walinya. sebab kata beliau tanpa  wali-wali kita tidak mungkin dapat mengabdi kepada Alloh s.w.t dengan  benar, maka banyak-banyaklah tawasul kepada Auliya' insya Alloh hati  kita akan menjadi khusu'. Yang mula pertama kali menyelenggarakan  Managib adalah Hadrotus-Syaikh dan kemudian direstui oleh Kyai Romly  At-tamimi dengan menyatakan : "baik Man, teruskan Man !"
Mula-mula yang hadir pada majlisan Managib di Jatipurwo selama 4 tahun  hanyalah 7 orang 3 orang diantaranya pada musim panas udzur karna  mengidap penyakit paru-paru. Pada suatu hari ditengah-tengah  Hadrotus-Syaikh memimpin Istighotsah, datanglah orang yang tidak dikenal  secara tiba-tiba dan langsung menelentangkan beliau dan melingkarkan  pedangnya pada leher beliau yang terlentang dibawah itu. Peristiwa yang  tragis ini diceritakan kepada Kyai Romly, dan beliau hanya men¬jawab :  Teruskan apa yang telah kamu amalkan, orang ter¬sebut tidak berani  menancapkan pedangnya pada lehermu, bahkan dalam waktu dekat ini tidak  akan berpisah denganmu sejengkalpun. Dan kenyataannya seperti apa yang  dinyatakan oleh Kyai Romly. Tentang keutamaan menaqiban ini  Hadrotus-Syaikh mengatakan : Tidak ada ibadah kepada Alloh dimuka bumi  ini yang lebih utama dari pada mencintai wali-wali Alloh, dan beliau  mengatakan pula : mencintai para wali termasuk ketaatan yang terbesar,  dan mereka yang menghadiri majlis managib adalah orang-orang yang cinta   kepada mereka  dan mencintai mereka adalah bukti akan adanya rasa cinta  kepada Alloh s.w.t. Berkah cintanya Hadrotus-Syaikh kepada para Auliya'  maka beliau sangat dicintai oleh para habaib dan para 'Ulama' akhirat,  diantaranya Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi, Habib Ali bin Husain  bin Muhammad Al-Atthos, Habib Abu Bakar Muhammad Al-Segaf dan  Hadrotus-Syaikh sering berziaroh kepada mereka dan menghadiri haul  mereka. Pada suatu hari Hadrotus-Syaikh bermaksud untuk berziaroh ke  Habib Abu Bakar Muhammad Al-Segaf di Gresik sewaktu  Habib masih hidup,  beliau berjalan kaki dari Surabaya ke Gresik di tengah-tengah hujan  lebat ditambah suara petir dan guruh yang saling sambar menyambar di  tengah malam yang gelap gempita, ditambah angin kencang yang dapat  menerbangkan atap rumah, sehingga Hadrotus-Syaikh sewaktu sampai di  Gresik waktu sudah larut malam dan dalam keadaan basah kuyup tetapi  Habib Abu Bakar nampak masih membuka pintunya lebar-lebar dan penjaga  pintu masih berdiri. Ketika Hadrotus-Syaikh melewati pintu pagar,  penjaga pintu mengatakan bahwa sejak tadi sore Habib menunggu kedatangan  Hadrotus-Syaikh dengan penuh kegelisahan dan kekhawatiran. Ketika  beliau menghadap habib semua jama'ahnya yang mengelilingi habib semua  ta’zhim kepada beliau dan mengeluh-eluhkan kehadiran beliau. Akhirnya  Habib Abu Bakar bertanya tentang apa yang beliau mohon kepada Alloh  dengan perantara Habib, yang kemudian dijawab oleh Hadrotus-Syaikh  Muhammad Utsman Nadil Ishaqi r.a "Minta Khusnul Khotimah" habib  termenung lama me¬mikirkan betapa luhurnya permohonan Hadrotus-Syaikh.  Sebelumnya, Hadrotus-Syaikh sudah mempunyai hubungan khusus dengan Habib  Ali bin Abdurrohman  Al-Habsyi Kwitang Jakarta, seperti pernyataan  habib Hasyim bin Sholeh bin Abdurrohman Al-Habsyi bahwa Hadrotus-Syaikh  Muhammad Utsman r.a. telah mendapatkan futuh melalui Habib Ali bin  Abdurrohman Al-Habsyi r.a. pada suatu hari Kamis tahun 1964. Dan  pernyataan Kyai Hasyim Bawean bahwa dia pernah mengantarkan  Hadrotus-Syaikh Utsman r.a. ke Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi di  Jakarta ditengah-tengah hidup yang mengelilingi beliau, Habib Ali  menjabat tangan Hadrotus-Syaikh seraya mengatakan : Kunci kutup saya  serahkan kepadamu wahai Syaikh Utsman.
Dan pernyataan putra Habib Ali sendiri yaitu Habi Muhammad bin Ali bin  Abdurrohman Al-Habsy pada waktu memberikan sambutan atas wafatnva  Hadrotus-Syaikh yang ke 40 harinya bahwa setiap kali Hadrotus-Syaikh  menemui kesulitan apa saja beliau selalu pergi ke Jakarta untuk  menjumpai Habib Ali Al-Habsy untuk kemudian dapat her¬hubungan dengan  Rosulullah s.a.w akan tetapi karena jarak Jakarta Surabaya begitu jauh  maka akhirnya hahib Ali Al-Habsy menyuruh menjumpai Habib Abu Bakar  Muhammad Assagaf di Gresik saja, sama-sama Wali Kutup.
Selanjutnya Habib Muhammad bin Ali Habsyi menyatakan dalam sambutannya  bahwa Hadrotus-Syaikh akhirnya berhubungan langsung sendiri dengan  Rosulullah saw tanpa perantara sewaktu mengalami kesulitan.
Hadrotus-Syaikh juga sangat dekat dengan Habib Ali bin Husain bin  Muhammad Al-Atthos Bungur Besar Jakarta sehingga waktu beliau membaca  Khususiyyah Wakalimatul Akha’ Syaikh Utsman yang disusun oleh Habib  Hasan Al-Jufri Bangil beliau menangis terisak-isak, kemudian beliau  gantungkan di atas pintu rumah seraya mengatan : Saya letakkan nadzoman  ini di sini agar saya dapat melihat Syaikh Utsman setiap saat Kemudian  beliau mendoakan Hadrotus-Syaikh semoga panjang umur, kalau tidak (kata  habib Ali Al-Atthos) siapakah yang menggantikan kedudukannya ? demikian  pernyataan menantu Hadrotus-Syaikh Abu Lu'lu' sekembalinya dari Jakarta  dan habib Ali bin Husain bin Muhammad Al-Atthos pernah menyatakan dimuka  kami sesungguhnya Syaikh Utsman tiada duanya pada masa sekarang dan  pada waktu Hadrotus-Syaikh berziarah kesana dihadapan para hadirin  beliau menyatakan wahai Syaikh Utsman engkau dari keluarga Nabi.  Kekholifahan Syaikh Abdul Qadir Jailani ditanganmu wahai Utsman. dan  dalam kesempatan lain, beliau menyatakan : Saya mendengar dengan kedua  telinga saya Paman saya Ali bin Abdur Rohman Al-Habsyi mengatakan :  sungguh Utsman di Mahsyar nanti sangat dekat dengan Nabi Muhammad s.a.w.  seperti dikemukakan pada Bab I yang lalu bahwa Hadrotus-Syaikh  mempunyai hubungan istimewa dengan Syaikh Abdul Qodir Jailani r.a.  bahkan dengan Rosulullah s.a.w seperti dikemukakan diatas dan seperti  pernyataan Habib Muhammad Al-Habsy pada 40 hari wafatnya Hadrotus-Syaikh  bahwa Habib Ali Al-Habsy, Habib Ahmad bin Kholid Al-Hamid, Habib Umar  Al-Idrus dan lain-lainnya, menyatakan bahwa Hadrotus-Syaikh Utsman  adalah tergolong Ahlul bait Rosulillah s.a.w. Habib Ahmad bin Hamid  Al-Habsyi pernah bertanya pada Habib Salim bin Jundan waktu beliau masih  hidup, apa yang menyebabkan para Habib senang pada Kyai Utsman ?  Habib  Salim bin Jundan menjawab : Syaikh Utsman termasuk keluarga Rosulullah  s.a.w, darahnya adalah darah saya ini maka ciumlah tangannya apabila kau  ketemu dengannya walaupun banyak orang mendenkinya toh dia tidak pernah  susah akibat didengki orang, mereka yang mendengkinya hanyalah  rumput-rumput sedangkan Syaikh Utsman adalah pohon besar yang rindang.
Ketika Kyai Ahmad Asrori kholifatus Syaikh Muhammad Utsman masih kecil,  pernah diajak oleh pengasuhnya yang bernama Abdul Hakim Bawean untuk  berkunjung ke Habib Alie bin Muhummad bin Alwi As-shodiq Al-Habsyi  cucunya habib Syaikh Bafaqih Boto Putih Surabaya bertepatan dengan hari  raya Idul Fitri, Dalam kesempatan itu Habib mengatakan kepadanya :  jangan kau risaukan haliyah orang tuamu, beliau bagaikan Matahari,  apabila sangat dekat dengan kita manusia banyak yang tidak tahan karena  saking panasnya, tetapi ketika jauh dari kita sinarnya akan  membahagiakan kita semua. Demikianlah keadaan orang tuammu Syaikh Utsman  r.a. Seorang Kyai belum dinamakan Kyai sempurna sehelum ia diingkari  oleh orang-orang yang dekat kepadanya dan sebaliknya dia dicintai oleh  orang-orang yang jauh dari padanya. 
Tentang hubungan Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman r.a dengan Kyai Hamid  Pasuruan, Hadrotus-Syaikh pernah bercerita setelah walimatul haul Habib  Syaikh Bafagih Boto Putih Surabaya : saya keluar ke teras cungkup di  dampingi oleh Kyai Abdul Hamid Pasuruan duduk ditangga cungkup. Pada   waktu itu Kyai Abdul Hamid bercerita : tadi sebelum kesini saya tidur  dirumah salah seorang teman di Surabaya Ketika saya bangun, dihadapan  saya terlihat foto Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman, oleh karena saya  tahu bahwa yang meletakkan adalah Agus Mas’ud Kedung Cangkring Sidoarjo,  maka saya bertanya kepadanya tentang maksudnya, jawabannya hanya  Wallohu A'lam. Kata Hadrotus-Syaikh : Saya pun diam mendengar cerita itu  karera menyangkut masalah maqom (martabat). Tiba-tiba Kyai Hamid  menjawab sendiri : untuk kepentingan hubungan di Mahsyar nanti. itulah  sebabnya, maka dalam suatu walimah Kyai Abdul Hamid Pasuruan mengharap  kepada Hadrotus-Syaikh agar ada hubungan yang dekat antara keduanya di  Mahsyar nanti, dan Hadrotus-Syaikh menjawab : Kyai nanti bersama kami  disisi Alloh Yang Maha Kuasa. Dan didalam walimah yang lalu ada orang  meminta, barokah do’a kepada Kyai Hamid, sedangkan disisi beliau adalah  Hadrotus-Syaikh. akhirnya Kyai Hamid memegang lutut Hadrotus-Syaikh  Utsman dengan tangan kiri dan berdo’a untuk orang yang meminta doa tadi  dengan tangan kanan. Adik kami Asfahani putra Kyai Abdullah Faqih yang  mengaji di pondok Kyai Hamid Pasuruan mengatakan pada suatu ketika kami  duduk bersama-sama Kyai Hamid di ruang tamu, tiba-tiba Kyai Hamid  mengatakan kepada kami : di Pasuruan ini hanya ada kayu Garu, alangkah  ni’matnya kalau ada pohonnya Asfahani ! tiba-tiba Hadrotus-Syaikh  Muhammad Utsman datang bertamu ke ruang tamu dan spontan Kyai Hamid  merangkulnya dan mergata¬kan : ini apa pohon garunya! 
Inilah sebagian kecil yang nampak tentang kedudukan dan Manzilah Hadrotus-Syaikh Utsman Nadil Ishaqi r.a.
BAB III
Ketika haul akbar Syaikh Abdul Qodir Jailani r.a. tahun 1389 H. dalam  sambutannya habib Muhammad bin Ali bin Abdurrohman AI-Habsyi  menceritakan tentang perjalanan orang tuanya ketanah suci dan bertemu  dengan Syaikh Abdul Qadir Jailani r.a. yang menyatakan pada Habib :  Kholifah saya adalah Utsman Surabaya.
Di antara kekeramatan Hadrotus-Syaikh yang lain : kyai Muhammad Fagih  Langitan berkata bahwa Kyai Maimun sarang diceritakan oleh bapaknya yang  bernama kyai Zubair bahwa habib Abd Qodir Bilfaqih bermimpi berjumpa  dengan Rosulullah s.a.w yang sedang menemui 2 orang lelaki dan  Rosulullah menyatakan kepadanya : Keluargaku banyak tersebar di tanah  Jawa. Diantaranya adalah dua orang ini yaitu Romly dan Utsman.
Kekeramatan Hadrotus-Syaikh yang lain adalah dari Kyai Faqih Amin Praban  Surabaya (pernah menjadi guru dan kawan Hadrotus-Syaikh) beliau  mengatakan pada pada suatu hari saya berkunjung kepada Kyai Utsman, dan  dia meminta saya untuk menjadi muridnya dibawah naungan Thoriqoh  Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah setelah bertukar pikiran tentang   thoriqoh sampai jam 2 malam. Saya kalah dan mau menyerah kepada  ajakannya dengan syarat : tiga burung perkutut yang didalam sangkar  masing-masing berkicau secara berturut-turut dengan komandonya, setelah  dia komando, tiba-tiba tiga ekor burung itu berkicau berturut-turut  dengan izin Alloh, maka terasalah dalam diri saya akan kebesaran  Hadrotus-Syaikh, dan sejak itu saya memakai bahasa Jawa halus (Kromo)  sebagai ganti bahasa Jawa kasar (ngoko), dan setelah tiga bulan minta di  bai’at.
Di antara kekeramatan beliau, ketika pada suatu hari kami akan menghadap  Hadrotus-Syaikh, berkata dalam diri sendiri : mengapa jauh-jauh  kulangkahkan kakiku kepondok anu. Kemudian keperguruan tinggi anu,  sampai akhirnya keluar negeri untuk mencari kebenaran dan keyakinan.  padahal di Surabaya sini terdapat seorang Mursyid yang membimbing saya  menempuh jalan akhirat dengan selamat. maka ketika kami duduk diruang  tamu keluarlah Hadrotus-Syaikh dari dalam sambil meletakkan tangan  kanannya di atas dada (sanubari) seraya mengata¬kan : diantara guru saya  juga ada yang bukan dari jam’iyyah kita. Tetapi Alhamdulillah saya  belum pernah mengingkarinya sama sekali. Maka kami pun merasa malu dan  menundukkan kepala.
Di antara kekeramatan beliau, pada tanggal 11 Syawal 1392 H.  Hadrotus-Syaikh menjamu para tamu yang menghadiri majlis Manaqib di  pondok Jatipurwo. Beliau mengatakan kepada kami : Wahai Abdul Ghoffar !  ketika kau tinggal di Mesir apakah kau pernah ketemu dengan Syaikh Hasan  Ridwan seorang wali di Mesir yang dimintai barokah oleh orang Islam  Mesir ? Ya, kami pernah menjumpainya pada suatu hari dalam rangka kuliah  umum Tasawuf oleh Ir. Abdul Halim Mahmud yang dihadiri oleh para sufi  dibalai pertemuan Al-Azhar. Selanjutnya Hadrotus-Syaikh berkata kepada  para hadirin : Ketika salah seorang Habib Ampel berkunjung ke Mesir, dia  menjumpai Syaikh Hasan Ridwan, dia ditanya tentang negerinya. Ketika ia  menjawab dari Indonesia dari Ampel, maka Syaikh Hasan Ridwan mengatakan  : Jadi rumahmu dekat dengan Syaikh Utsman Al-Ishaqi ? Habib menjawab :  Ya, akhirnya Syaikh Hasan Ridwan mengatakan kepadanya : Apabila kamu  sampai di rumah, berkunjunglah ke Syaikh Utsman, dan sampaikanlah  salamku kepadanya, ketahuilah bahwa saya sering berkunjung ke rumahnya. 
Diantara kekeramatan beliau, pada suatu hari dibulan Maulid,  Hadrotus-Syaikh pergi ke Jakarta naik kereta api untuk menghadiri Maulid  Nabi Muhammad s.a.w dan haulnya Habib Alie Al-Habsyi di Kwitang  Jakarta, ketika kereta api berada diantara Cirebon-Jakarta karcis  Hadrotus-Syaikh diperiksa Polisi KA dengan ketat sekali termasuk kartu  tanda pengenal beliau yang akhirnya polisi memaksa Hadrotus-Syaikh untuk  menemuinya di restorasi, sehingga menimbulkan kemarahan beliau, maka  seketika itu pula datanglah hal beliau dan mengatakan : Perbuatan ini  menunda sampainya kereta api di Jakarta. Spontan kereta api itu berhenti  tanpa sebab yang nyata, anehnya semua hubungan interlokal maupun bukan  interlokal terputus sama sekali dengan Stasiun, kebetulan dibelakang  gerbong Hadrotus-Syaikh terdapat Habib Abd Hadi bin Abdulloh Al-Haddar  dari Banyuwangi. Maka setelah kereta api macet selama 1 jam dia mengirim  utusan ke Hadrotus-Syaikh seraya menga¬takan : jam berapa sekarang !  pergilah ke Kyai Utsman, dan mintalah barokah Fatihah kepadanya agar  kita tidak terlambat. Akhirnya setelah beliau membaca Al-Fatihah barulah  beliau sadar akan diri beliau, dan spontan kereta api berjalan kembali  seusai pembacaan Al-Fatihah, demikian pula hubungan yang menyangkut  per¬kerata apian sambung kembali.
Kyai Masduri Ngroto menceritakan kepada kami sejarah masuknya Thoriqoh  Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah di Ngroto dan sekitarnya sebagai berikut :  Sejak tahun 1936/1937 M banyak guru-guru Thoriqoh yang berusaha  memasukkan Thoriqoh ke Ngroto bahkan ada kyai yang sampai kawin di  Ngroto kemudian terpaksa firoq karena tidak berhasil memasukkan  Thoriqoh.
Pada bulan Muharram tahun 1964 M Hadrotus-Syaikh mulai pertama datang ke  Ngroto bersama Kyai Muslih bertepatan dengan Haulnya Kyai Sirojuddin.  Itulah mula pertama datang ke Ngroto bersama Hadrotus-Syaikh. Kemudian  untuk kedua kalinya datang pada tahun 1966 M saya di panggil ke rumah  paman, dan Hadrotus-Syaikh  menangis dan saya dirangkul seraya  mengatakan : Sabarlah ! sejak sekarang Masduri menjadi Kyai di desa sini  maka do’akanlah semoga panjang umur. Sepulangnya Hadrotus-Syaikh  dapat  15 hari paman saya meninggal, dan atas saran beliau saya kirim surat  kepada beliau tentang wafatnya paman. Dan saya mendapatkan balasan agar  saya datang kesurabaya di Surabaya saya dibai’at dan diberi ijazah  Manaqib secara mutlaq. Setelah itu banyak para ikhwan yang menjadi murid  Hadrotus-Syaikh maka tersebarlah Thoriqoh di Ngroto. 
Pada suatu hari di bulan Muharram Hadrotus-Syaikh pergi ke Ngroto  menghadiri acara Haul, tetapi kendaraan beliau terhalang lumpur di  Kemiri 4 km dari Ngroto, kalau mobil beliau diarahkan ke Ngroto mogok,  kalau diarahkan ke Surabaya mobil beliau bisa berjalan, maka  Hadrotus-Syaikh menetapkan untuk kembali ke Surabaya, yang menolong  mengentas mobil beliau dari lumpur adalah masyarakat Kemiri maka  Hadrotus-Syaikh mengatakan : saya tidak dapat membalas sama sekali.  hanya saya do'akan mudah-mudahan masyarakat disini selamat semua, maka  barokah doa beliau setiap kampung dari Kemiri sampai Ngroto pasti ada  Manaqiban dan ada murid-murid beliau, diantaranya desa Tembelingan yang  asalnya tidak ada yang sholat bahkan tidak ada masjid dan musholla,  tetapi berkat dilewati oleh Hadrotus-Syaikh, Islam tersebar di  Tembelingan dan sekitarnya ada masjid dan banyak musholla dan Imammuddin  serta sebagian kaum musimin disitu sudah menjadi murid beliau, sehingga  Kyai Muslih Mranggen mengatakan : masuknya Hadrotus-Syaikh ke Ngroto  sudah pas karena masyarakat Ngroto adalah masyarakat Madura, cocok  dengan kata-kata Syaikh Utsman : Ngroto adalah bau Madura. dan  Hadrotus-Syaikh pernah mengatakan : saya bermimpi di sebelah timur  Semarang ada cahaya. apakah ada Waliyyulloh di sana ? ¬ternyata benar  itulah Kyai Sirojuddin.
Selanjutnya Kyai Masduri mengatakan : sekembalinya saya dari Surabaya  pada suatu hari saya sakit mata, walaupun sudah berobat tetap tidak mau  sembuh kecuali hari Kamis dan Jum'at saja. Maka pada suatu malam Jum'at  saya membaca Al-Fatihah kemudian membaca sil¬silah maka malam itu juga  saya bermimpi berjumpa dengan Hadrotus-Syaikh, beliau menanyakan kepada  saya : apakah matamu sakit ? Apakah yang sakit sebelah kanan? maka mata  diobati oleh Hadrotus-Syaikh dengan jari-jarinya dan ternyata  Alhamdulillah sembuh betul-betul, maka esok harinya hari Sabtu saya  pergi ke Surabaya untuk menjumpai beliau. Beliau bertanya : Apakah  matamu sudah sembuh ? saya menjawab : Ya. kemudian beliau menyatakan :  Ya saya obati dari sini.
Selanjutnya Kyai Masduri menceritakan lagi : pada suatu hari sewaktu  saya berkunjung ke Hadrotus-Syaikh saya disuruh ke Ampel seraya  mengatakan : Pergilah ke Ampel, saya rindu Agus Mas’ud.
Sesampai saya di lawang Agung saya bertemu dengan Agus Mas’ud,  cepat-cepat turun dan minta gendong saya. Kyai Masduri menceritakan lagi  bahwa Hadrotus-Syaikh menceritakan kepadanya sebagai berikut : Pada  suatu hari Jum'at ada orang hendak menunaikan sholat Jum’at di masjid  Ampel, kemudian saya panggil, saya ajak sholat Jum’at di Baitul Ma'mur.  Setelah kita melangkah tiga langkah kita sudah sampai di Baitul Ma'mur,  ini boleh kau ceritakan setelah saya meninggal.
Cerita lain dari Kyai Masduri adalah sebaga berikut : saya bermimpi  sholat di musholla yang penuh dengan mushollun, karena mereka sholat  semuanya saja, maka saya mengingkarinya dan Hadrotus-Syaikh menjadi  ma'mum tidak tahu siapa yang menjadi imam dan beliau mengatakan kepada  Saya : mereka adalah Wali-wali Alloh, dan saya bermimpi berjumpa dengan  Nabi Khidir a.s. beliau mengajak saya ketepi sungai disana ada musholla  yang bersinar terang, tahu-tahu disitu ada Hadrotus-Syaikh dan kita  bertiga menjadi ma’mum tetapi saya tidak tahu siapa imamnya. 
Habib Abdulloh bin Umar Al-Haddar mengatakan kepada kami : pada suatu  hari Kamis dibulan Syawal Habib Abdul Hadi bin Abdulloh Al-Haddar ingin  berjumpa dengan Hadrotus-Syaikh Utsman sesudah masuk waktu sholat Ashar  tetapi sesampai di pondok Jatipurwo beliau tidak menjumpai  Hadrotus-Syaikh. Setelah lama menunggu di pondok dan waktu sudah  menjelang Maghrib maka Habib Abdul Hadi pun cepat-cepat meninggalkan  pondok untuk menuju ke Ketapang karena setelah sholat Maghrib ada acara  pem¬bacaan burdah di Ketapang, ketika sampai di Karang Tembok becak  beliau berpapasan dengan mobil Hadrotus-Syaikh, maka beliau pun kembali  lagi ke pondok Jatipurwo untuk menemui Hadrotus-Syaikh. Sesampai di  Pondok Hadrotus-Syaikh sedang mengimami sholat Ashar dalam waktu Ashar  yang paling akhir bahkan setelah Ashar sempat membaca semua wirid  seperti biasanya sampai tuntas, kemudian Hadrotus-Syaikh  menjumpai  Habib Abdul Hadi bersama saya (Habib Abdullah bin Umar Al-Haddar)  diruang tamu. Diruang tamu Habib Abdul Hadi membaca Allohu Hu Iiy.  Allohu Hu liy Fani'mal Wali, setelah dijamu secukupnya Habib Abdul Hadi  mohon pamit kepada Hadrotus-Syaikh untuk pergi ke Ketapang, dalam  hatinya waktu telah berlalu untuk mengikuti pembacaan burdah di  Ketapang, tetapi kenyataannya tidak demikian. Kami sampai di Ketapang  orang-orang masih melakukan sholat Maghrib
Diantara kekeramatan Hadrotus-Syaikh sopir Hadrotus-Syaikh, meski  mengatakan kepada kami : pada suatu hari sepulangnya Hadrotus-Syaikh  dari Rejoso, mobil di istirahatkan di Jombang agar kami makan minum  dulu. Sedangkan Hadrotus-Syaikh menunggu disalah satu rumah dekat warung  tersebut. Seusai makan minum kami menyatakan kepada Hadrotus-Syaikh  bahwa bensin telah habis. Beliaupun terkejut dan menanyakan mengapa  tidak bilang dari tadi sebelum semua uang yang ada di tangan beliau  diserahkan ke pondok Rejoso dan beliau menanyakan sisa uang kami. Kami  menjawab hanya tinggal beberapa puluh rupiah saja. Secara spontan beliau  menegaskan : kalau memang demikian baiklah isilah tangki mobil itu  dengan air teh tanpa gula semampu uang yang ada padamu ! Kamipun percaya  sepenuhnya kepada beliau dan membeli teh tawar beberapa ceret dari  warung dan langsung kami isikan ke tangki mobil. Setelah itu kami  melapor untuk pulang ke Surabaya. Beliau bertanya : sudah kau isi bensin  ? Kami menjawab mobil kami isi dengan sesuai perintah Hadrotus-Syaikh  dan karena terlanjur beliau pun  akhirnya menyatakan : baiklah ! mari  pulang ke Surabaya. Teh-teh juga bisa menjadi bensin. akhirnya betul,  mobil berjalan terus sampai ke Surabaya memakai bahan bakar teh. 
Sopir Hadrotus-Syaikh yang terakhir yaitu Abd Syakur juga mengalami  peristiwa serupa yaitu dalam perjalanan antara Pasuruan Probolinggo  mobil Khadrotus-Syaikh kehabisan bensin di tengah malam dan dia disuruh  mencari warung untuk mendapatkan teh satu gelas, setelah di dapatkan  tehpun di do'ai oleh Hadrotus-Syaikh dan menyatakan : sudahlah isilah  dengan teh sama saja. Akhirnya mobil sampai di  Probolinggo persis di  garasi mobil bensin yang dari teh tadi habis sama sekali. 
Cerita semacam ini terjadi pula pada waktu Hadrotus-Syaikh pulang dari  Ngroto Semarang, di tengah perjalanan yang jauh dari keramaian Pir mobil  putus tinggal satu Pir saja dan sekaligus Oli mobil habis kering sama  sekali. Ini terjadi disekitar Caruban menuju Surabaya. Dan  Hadrotus-Syaikh menyuruh mencari teh untuk mengantikan Oli yang sudah  habis. Setelah diisi dengan teh mobilpun dapat di stater dengan hanya  satu Pir saja dapat berjalan terus sampai diSurabaya dengan selamat bi  iznillah.
Diantara kekeramatan Hadrotus-Syaikh, beliau menceritakan pengalaman  beliau sewaktu ke Singapura. Melihat banyaknya orang-orang yang  menjemput beliau di Airport. Ketua security seorang wanita berusaha  ingin menyelamatkan beliau dari intervio para Inteljen yang lain. Maka  dia pura-pura mengaku sebagai orang tuanya yang ada di Pontianak. Dan  langsung di gandeng dari Airport menuju mobil dan diantar sekali menuju  ketempat tujuan. Besoknya dia kembali lagi membawa 2 handuk mandi  Hadrotus-Syaikh, tetapi setelah satu hari dipakai mandi dia minta  kembali, demikian pula handuk yang satu lagi dan menyatakan bahwa handuk  yang untuk dia pakai mandi sehari-hari, sedang yang satu lagi untuk dia  pakai kain kafan waktu dia meninggal nanti dan seketika itu dia minta  di bai’at oleh Hadrotus-Syaikh sebagai murid Thoriqoh Qodriyah Wan  Nangsabandiyyah. Sejak itu Hadrotus-Syaikh selalu di kawal oleh ketua  security perempuan itu pulang pergi ke singapura. Beliau menyatakan :  Inilah berkat saya tidak pernah menyakitkan hati Ibu saya selama hidup  beliau. 
Inilah sekelumit biografi Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman Al-Ishaqi r.a.  dan masih banyak lagi yang belum sempat dimuat disini yang Insya Allah  akan kami susulkan kemudian pada terbitan yang akan datang.